Minggu, 11 Desember 2011

Sadomasokisme

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Parafilia adalah ekspresi abnormal seksualitas. Parafilia dapat berkisar dari perilaku yang hampir normal hingga perilaku yang bersifat merusak atau menyakiti bagi satu orang atau bagi seseorang dan pasangannya, dan akhirnya hingga perilaku yang dianggap merusak atau mengancam manyarakat secara luas.1 Parafilia merupkan suatu penyakit yang jarang
ditemui, criteria diagnostik yang paling baik adalah Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Parafilia merupakan suatu tindakan bagi sebagian orang untuk melepaskan energy seksual atau frustrasi mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan gairah dan orgasme dan dicapai dengan masturbasi dan fantasi. Gangguan ini kurang dikenali oleh masyarakat dan sering sulit untuk diobati. Hal ini karena orang yang memiliki gangguan ini menyembunyikan masalah mereka disebabkan oleh perasaan rasa bersalah, malu dan sering tidak bekerjasama dengan profesi medis.
DSM-IV-TR memasukan perbedaan parafilia ini kepada beberapa jenis, yaitu pedofilia, froterisme, voyurisme, ekshibisionisme, sadism, masokisme dan lain-lain.1 Kita akan berbincang lebih lanjut tentang sadomasokisme. Sadomasokisme adalah seseorang mempunyai masalah sadism dan masokisme pada gangguan seksual seseorang. Sadomasokisme adalah memperoleh kenikmatan – biasanya seksual – dari tindakan yang melibatkan memberikan atau menerima rasa sakit atau rasa malu.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai gangguan seksual jenis SADOMASOKISME.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai sadomasokisme.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sadisme seksual (sexual sadism) dinamai berdasarkan nama Marquis de Sade (1740-1814), pria Prancis pada abad ke-18 yang terkenal, yang menulis cerita tentang kenikmatan mencapai kepuasan seksual dengan memberikan rasa sakit atau rasa malu pada orang lain. Sadisme seksual ditandai dengan preferensi mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental. Berbeda dengan pada sadisme, objek yang disakiti pada orang dengan masokisme seksual adalah diri sendiri. Sadisme seksual melibatkan dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi terkait untuk melakukan suatu tindakan dimana seseorang dapat terangsang secara seksual dengan menyebabkan penderitaan fisik atau rasa malu pada orang lain. Orang dengan parafilia jenis ini ada yang mewujudkan fantasi mereka atau malah terganggu dengan adanya fantasi tersebut. Mereka dapat mencari pasangan yang sejalan, bias jadi kekasih atau istri dengan kelainan masokistik, atau bias juga pekerja seks. Akan tetapi, ada juga yang mengintai dan menyerang korban tanpa izin dan menjadi terangsang dengan memberikan rasa sakit atau penderitaan pada korban mereka. Pemerkosa sadistic terdapat pada kelompok terakhir ini. Namun, kebanyakan pemerkosa tidak mencari rangsangan seksual dengan menyakiti korban mereka; mereka bahkan dapat kehilangan hasrat seksual ketika melihat korban mereka kesakitan.
Masokisme seksual (sexual masochism), berasal dari nama seorang Novelis Austria, Leopold Ritter von Sacher- Masoch (1836-1895), yang menulis cerita dan novel tentang pria yang mencari kepuasan seksual dari wanita yang memberikan rasa nyeri/sakit pada dirinya, sering dalam bentuk flagellation  (dipukul atau dicambuk). Masokisme seksual melibatkan dorongan kuat yang terus menerus dan fantasi yang terkait dengan tindakan seksual yang melibatkan perasaan dipermalukan, diikat, dicambuk, atau dibuat menderita dalam bentuk lainnya. Dorongan itu dapat berupa tindakan yang menyebabkan atau didasari oleh distress personal. Pada sejumlah kasus masokisme seksual, orang tersebut
tidak dapat mencapai kepuasan seksual jika tidak ada rasa sakit atau malu. Pada sejumlah kasus, masokisme seksual melibatkan situasi mengikat atau menyakiti diri sendiri pada saat masturbasi atau berfantasi seksual. Pada kasus lain, pasangan diminta untuk mengikat (membatasi gerak), menutup mata (membatasi sensori), memukul, atau mencambuk seseorang. Sejumlah pasangan adalah pekerja seks, yang lain adalah pasangan resmi yang diminta untuk melakukan peran sadistis. Kelainan seksual masokisme melibatkan kebutuhan akan penghinaan, pemukulan atau penderitaan lainnya yang nyata, bukan purapura. yang dilakukan oleh mitra seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya. Kata sadomasokis itu adalah gabungan dari sadis dan masokis.
2.2 Epidemiologi
Masokisme seksual dan sadisme seksual kurang terwakil pada perkiraan prevalensi manapun. Sadisme seksual biasanya mendapat perhatian hanya pada kasus sensasional seperti perkosaan, kebrulatan, dan pembunuhan dengan nafsu birahi. Masokisme lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan perempuan. Sadisme seksual pula pada pasangan seksual yang kooperatif terjadi pada perempuan atau laki-laki tetapi pada pasangan yang dipaksa seperti perkosaan laki-laki lebih banyak daripada perempuan.
2.3 Etiologi
Di dalam model psikionalatik klasik orang dengan parafilia gagal menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuaian heteroseksual.Kegagalan menyelesaikan krisis Oedipus dengan mengidentifikasi aggressor ayah (untuk laki-laki) dan aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak tepat untuk penyaluran libido. Pada individu masokism mereka ingin berada dalam peran didominasi oleh orang lain. Hal ini menyebabkan mereka menjadi insane yang konflik dan tunduk kepada orang lain. Teori lain menyatakan bahwa berperilaku sadomasokisme sebagai alat untuk melarikan diri. Mereka juga dapat mengeluarkan fantasi mereka dan menjadi sebagai orang baru serta berbeda dari yang lain.
Di bawah faktor biologis, beberapa studi mengidentifikasi temuan organic abnormal pada orang dengan parafilia. Diantara pasien positif mencakup 74% pasien dengan kadar hormone abnormal, 27% dengan tanda neurologis yang ringan atau berat, 24% dengan kelainan kromosom, 9% dengan kejang, 9% dengan disleksia, 4% dengan elektroensefalogram (EEG) abnormal, 4% dengan gangguan jiwa berat dan 4% dengan cacat mental.
2.4 Diagnosis dan Gambaran Klinis
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Masokisme Seksual1,4
A.      Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan tindakan (sebenarnya, bukan pura-pura) dipermalukan, dipukuli, diikat, atau dibuat menderita.
B.      Khayalan, dorongan seksual atau perilaku menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi social, pekerjaan atau area fungsi penting lain.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Sadisme Seksual1,4
A.      Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan tindakan (sebenarnya, bukan pura-pura) dengan penderitaan fisik atau psikiologi (termasuk memalukan) korban secara seksual menarik bagi pasien.
B.      Orang tersebut melakukan dorongan seksual ini terdapat orang yang tidak menginginkannya, atau dorongan maupun khayalan seksual menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Kriteria Diagnostik menurut PPDGJ-III5
F65.5 Sadomasokisme
*      Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau penghinaan; (individu yang lebih suka untuk menjadi resipien dari perangsangan demikian disebut “masokisme”, sebagai pelaku = “sadism”)
*      Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual dari aktivitas sadistik maupun masokistik.
*      Kategori ini hanya digunakan apabila sadomasokistik merupakan sumber rangsangan yang penting pemuasan seksual.
*      Harus dibedakan dari kebrutulan dalam hubungan seksual atau kemarahan yang tidak berhubungan dengan erotisme.
2.5 Penatalaksanaan
Terapi obat yang digunakan adalah obat antipsikotik atau antidepresan, diindikasikan untuk terapi skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia dikaitkan dengan gangguan ini.1 Pada gangguan parafilia seperti sadism yang boleh berbahaya kepada orang lain boleh digunakan hormone wanita (yang paling sering digunakan adalah medroxyprogesterone acetate, atau MPA) yang mempercepat pembersihan testosteron dari aliran darah. Selain itu digunaka obat anti androgen yang menhalangi penyerapan testosterone pada tubuh dan selective serotonin reuptake inhibitor, atau SSRI.
Terapi perilaku-kognitif digunakan untuk mengubah pola parafiliak yang dipelajari dan mengubah perilaku untuk membuatnya dapat diterima secara social. Intervensinya mencakup pelatihan keterampilan social, edukasi seks, pembentukan ulang kognitif (melawan dan merusak rasionalisasi yang digunakan untuk menyokong pencarian korban lain), dan pembentukan empati terhadap korban.
Psikoterapi berorientasi tilikan merupkan pendekatan terpai yang berlangsung lama. Pasien memiliki kesempatan mengerti dinamik serta peristiwa yang menyebabkan parafilia timbul. Secara khusus,mereka menjadi sadar akan peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka melakukan impuls mereka. Terapi membantu mereka menghadapi stress kehidupan dengan lebih baik dan meningkatkan kapasitas untuk berhubungan dengan pasangan hidup. Psikoterapi juga memungkinkan pasien memperoleh kembali kepercayaan dirinya yang selanjutnya akan memungkinkan mereka mendekati pasangan dengan cara seksual yang lebih normal.
2.6 Prognosis
Prognosis yang baik mencakup adanya satu parafilia, intelegensi normal, tidak ada penyalahgunaan zat, tidak adanya ciri kepribadian antisosial nonseksual, dan adanya pelekatan orang dewasa yang berhasil.Selain itu, pasien memiliki hubungan seks di samping parafilia dan jika merujuk diri sendiri bukannya dirujuk oleh badan hukum. Prognosis buruk dikaitkan dengan awitan usia dini, frekuansi tindakan tinggi, tidak ada rasa bersalah atau malu mengenai tindakannya, dan ada penyalahgunaan zat.


BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Konsep Sadomasokisme merupakan gabungan antara sadisme dan masokisme yang terus meluas seiring dengan perkembangan seksualitas manusia. Sadomasokisme saat ini tidak hanya dipandang sebagai suatu penyimpangan, melainkan dapat dilihat sebagai preferensi atau variasi seksual, gaya hidup atau  hubungan, metode pencapaian puncak spiritualitas, pelepas ketegangan dan bahkan, tak mesti melibatkan elemen seksual.
Masokisme merupakan kelainan yang dengan sengaja membiarkan dirinya disiksa atau disakiti, baik secara fisik maupun psikologis, hanya untuk memperoleh kepuasan seksual. Ia akan semakin puas apabila dirinya semakin tersakiti atau tersiksa. Di sisi lain, sadisme adalah kelainan ini merupakan kebalikan dari masokisme. Penderita akan memperoleh kepuasan seksual jika melakukan hubungan seksual dengan cara menyakiti atau menyiksa terlebih dahulu pasangannya. Sementara itu, ungkapan sado-masochist merupakan sebutan untuk penderita sadisme yang melakukan hubungan seksual dengan masokisme.
3.2 Saran
Menghindari pergaulan yang berkaitan dengan perilaku menyimpang tersebut sehingga tidak tertular perilaku menyimpang, karena perilaku yang menyimpang tersebut ibarat penyakit menular yang siap menjangkiti siapa saja yang mendekatinya.


DAFTAR PUSTAKA

*      Sadock,B.J. & Sadock, V.A. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry : Behavioral Sciences, Clinical Psychiatry. 9th edition. Lippincott Williams & Wilkins, 2003: 561-571
*      Bannon,G.E. & Carroll, K.S. Paraphilias 2008 Available from: http://emedicine.medscape.com/article/291419-clinica l [Accessed 30 April 2011].
*      Fahmy, A. Seksual Masochism and Seksual Sadism Available from: http://www.minddisorders.com/Py-Z/Sexual - sadism.html [Accessed 30 April 2011].
*      American Psychiatric Association. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (DSM-IV-R). 4th Edition. Washington, DC : American Psychitric Association, 2000: 41-49
*      Dr.Rusdi Maslim,SpKJ. Buku Saku: Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Edisi 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, 2001: 118-121.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar